Antara Kritik dan Harapan: Menkeu Baru di Bawah Sorotan

 

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa - Foto: Pradita Utama/Detik.com

Perdana Menteri Keuangan dari Sri Mulyani ke Purbaya Yudhi Sadewa membuat masyarakat kaget sekaligus penasaran. Ada yang berharap ini jadi angin segar untuk ekonomi, tapi ada juga yang langsung skeptis. Apalagi, baru seminggu duduk di kursi Menkeu, Purbaya sudah dihantam kritik keras dan desakan mundur dari mahasiswa.

Di sisi lain, Purbaya sendiri datang dengan janji besar: dalam tiga bulan perekonomian Indonesia akan lebih cerah . Janji ini tentu terdengar meyakinkan, tapi juga membuat banyak orang geleng-geleng kepala. Mengurus fiskal negara jelas bukan hal yang bisa dihitung dalam hitungan bulan.

Kontroversi “17+8”

Awal jabatannya langsung memicu gara-gara komentar soal tuntutan rakyat yang populer disebut “17+8”. Ia mengatakan bahwa tuntutan itu tidak mewakili seluruh rakyat. Ucapannya dianggap arogan dan minim empati. Gelombang protes pun datang, salah satunya dari BEM UI yang mendesak agar Purbaya mundur.

Beberapa hari setelahnya, Purbaya buru-buru melakukan klarifikasi. Ia mengaku menyampaikannya salah, dan menegaskan dirinya tidak bermaksud meremehkan suara rakyat. Klarifikasi itu penting, tapi tentu saja tidak otomatis menghapus kekecewaan publik. Dari sini, pelajaran yang bisa dipetik: di era keterbukaan informasi, komunikasi pejabat publik bukan sekedar tambahan, tapi bagian dari kebijakan itu sendiri.

Janji Tiga Bulan: Optimis atau Terlalu Muluk?

Purbaya berulang kali mengatakan dalam waktu tiga bulan, tanda-tanda perbaikan ekonomi akan terlihat. Bahkan target pertumbuhan 6–8 persen menurutnya masih mungkin tercapai. Di atas kertas, angka itu memang terdengar indah. Tapi pertanyaan yang wajar muncul: strategi konkretnya apa? Bagaimana menghadapi harga pangan yang terus naik, lapangan kerja yang terbatas, atau realisasi belanja negara yang lambat?

Optimisme memang dibutuhkan, apalagi ketika masyarakat masih tertekan biaya hidup. Tapi janji besar tanpa peta jalan yang jelas bisa jadi bumerang. Masyarakat tentu membutuhkan kepastian berdasarkan kebijakan, bukan sekedar retorika.

Gebrakan di Sepekan Pertama

Walaupun baru menjabat, Purbaya sudah membuat beberapa langkah yang cukup diperhatikan:

  1. Mengalihkan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia ke bank Himbara . Langkah ini diambil agar dana tidak hanya mengendap, tapi bisa dipakai untuk mempercepat sektor kredit riil, termasuk UMKM.

  2. Membahas perubahan RAPBN 2026, terutama Transfer ke Daerah (TKD) . Banyak kepala daerah sebelumnya yang keberatan dengan alokasi TKD, dan Purbaya mulai mendorong agar anggaran daerah ditingkatkan .

  3. Melaporkan hasil pembahasan anggaran ke Presiden Prabowo . Pertemuan ini menunjukkan adanya koordinasi yang cepat antara Menkeu, DPR, dan Presiden dalam merespons dinamika fiskal.

  4. Menegaskan tidak akan membuat kebijakan fiskal “aneh-aneh” . Ia menyatakan tidak ada rencana pembentukan badan penerimaan negara baru atau pungutan pajak baru. Fokusnya adalah mengoptimalkan sistem yang sudah ada

  5. Mengakui lambannya realisasi belanja negara . Purbaya menyebut hal ini salah satu penyebab perlambatan perekonomian, dan ia berjanji akan mempercepat belanja pemerintah supaya lebih produktif.

Langkah-langkah ini belum langsung terasa di masyarakat, tapi setidaknya menunjukkan bahwa ia tidak menunggu hanya diam waktu.

Respon Publik: Keras dan Sabar

Respon masyarakat terbelah. Di satu sisi, mahasiswa turun ke jalan, BEM UI terang-terangan menuntut mundur, dan netizen ramai-ramai mengkritik gaya komunikasinya. Di sisi lain, ada suara yang lebih sabar: kalau memang Purbaya minta waktu tiga bulan, ya tunggu dulu hasilnya. Kritik boleh terus jalan, tapi evaluasi menyeluruh sebaiknya setelah kebijakan benar-benar berjalan.

Jalan Panjang yang Menanti

Menggantikan Sri Mulyani bukanlah hal yang mudah. Masyarakat terbiasa dengan gaya Sri Mulyani yang lugas dan komunikatif. Perbandingan itu sulit dihindari. Tapi Purbaya juga punya kesempatan membangun karakternya sendiri. Yang terpenting, ia harus bisa menjaga stabilitas fiskal, mengelola defisit, dan tetap memberi ruang pada kelompok rentan.

Tantangan global yang jelas ada: harga pangan bergejolak, kondisi geopolitik tidak pasti, dunia usaha masih mencari arah. Dalam situasi kayak begini, setiap langkah kebijakan harus memikirkan matang-matang.

Sepekan pertama, Purbaya Yudhi Sadewa menghadirkan kombinasi kontroversi dan gebrakan. Dari ucapan soal “17+8” yang bikin gaduh, klarifikasinya, sampai kebijakan awal soal dana pemerintah dan RAPBN.

Apakah janji tiga bulan itu bisa terbukti? Publik tentu menunggu. Pada akhirnya, bukan pernyataan atau klarifikasi yang akan menjadi penentu, tapi sejauh mana kebijakannya menyentuh kehidupan rakyat sehari-hari. Sampai saat itu tiba, kritik yang wajar terus disuarakan, namun ruang untuk menagih janji juga harus tetap terbuka.


Timeline

Halo, Selamat datang di blog saya. perkenalkan saya Siti Fauziyah Handayani, atau biasa dipanggil Ziya. Saat ini saya menempuh studi di bidang Jurnalistik dan punya ketertarikan besar pada dunia tulis-menulis serta media. Blog ini saya hadirkan sebagai ruang untuk berbagi cerita, informasi, dan pemikiran seputar hal-hal yang sedang ramai dibicarakan, terutama dari sudut pandang anak muda masa kini. Tulisan-tulisan di sini akan mengajak pembaca untuk melihat berbagai isu dengan cara yang lebih segar, ringan, namun tetap bermakna. Saya berharap setiap orang yang berkunjung bisa merasa betah, menikmati setiap rangkaian kata, dan menemukan sesuatu yang bermanfaat sekaligus menyenangkan untuk dibaca.

Post a Comment

Previous Post Next Post