Super Topan Ragasa, Terparah Sejak Mangkhut 2018

Topan Ragasa diperkirakan akan membawa banjir bandang dan tanah longsor ke Filipina utara sebelum mendekati Hong Kong pada hari Rabu. Grafik milik Observatorium Hong Kong.


Bogor – Suasana mencekam melanda Hong Kong setelah Super Topan Ragasa mendekat dengan kecepatan angin mencapai 180 kilometer per jam. Pemerintah kota langsung menaikkan sinyal peringatan badai ke level T8 pada Senin malam (22/9), langkah yang jarang dilakukan kecuali badai diperkirakan membawa dampak besar.

Ragasa sebelumnya telah memporak-porandakan sebagian Filipina dan Taiwan sebelum bergerak ke arah pesisir selatan Tiongkok. Menurut laporan awal, badai ini bisa menjadi yang paling kuat menghantam Hong Kong sejak Typhoon Mangkhut pada 2018.

Beberapa jam sebelum badai mendekat, rak-rak supermarket nyaris kosong. Masyarakat berbondong-bondong membeli air minum, mi instan, lilin, dan baterai untuk berjaga-jaga jika listrik terputus. Video dari CNN memperlihatkan antrean panjang di minimarket, dengan warga membawa keranjang penuh bahan pokok.

Pemerintah menutup sekolah, menghentikan sebagian layanan transportasi umum, dan memperingatkan warga agar tetap berada di rumah. Banyak bisnis memilih tutup lebih awal, sementara gedung-gedung tinggi memperkuat kaca jendela dengan perekat khusus agar tidak pecah diterjang angin.

Dampak di Filipina dan Taiwan

Sebelum mendekat ke Hong Kong, Ragasa sudah menimbulkan korban di Filipina. Badai menghantam Luzon bagian utara dengan hujan deras yang memicu banjir dan tanah longsor. Sedikitnya tiga orang dilaporkan tewas dan ribuan lainnya mengungsi. Jalan-jalan utama terendam, sementara jaringan listrik padam di beberapa kota.

Di Taiwan, angin kencang merobohkan pepohonan dan merusak infrastruktur. Sejumlah wilayah pegunungan dilaporkan terisolasi akibat jalan yang tertutup tanah longsor. Kerusakan ini memperlihatkan bagaimana Ragasa menyapu wilayah Asia Timur secara bertahap, meninggalkan jejak kehancuran di setiap tempat yang dilaluinya.

Hong Kong dan Guangdong di Garis Depan

Menurut laporan Hong Kong Free Press, pusat badai diperkirakan mendarat di wilayah pesisir provinsi Guangdong. Hong Kong sendiri sudah menyiapkan posko evakuasi dan memperingatkan kemungkinan banjir besar akibat gelombang pasang hingga lima meter.

Bandara internasional Hong Kong membatalkan ratusan penerbangan, sementara kapal feri dan layanan kereta api cepat dihentikan. Warga yang tinggal di daerah rendah, seperti New Territories dan Lantau Island, diminta mengungsi ke tempat yang lebih aman.

Banyak warga membandingkan Ragasa dengan Typhoon Mangkhut tahun 2018, badai paling parah yang melanda Hong Kong dalam sejarah modern. Saat itu, ribuan pohon tumbang, gedung-gedung rusak, dan aktivitas kota lumpuh berhari-hari. Pemerintah kini berusaha menunjukkan bahwa mereka lebih siap menghadapi badai serupa, dengan koordinasi yang lebih cepat dan evakuasi yang lebih terarah.

Media internasional seperti BBC menyoroti kepanikan warga Hong Kong yang tidak hanya khawatir akan badai, tapi juga dampaknya terhadap ekonomi. Hong Kong adalah salah satu pusat keuangan dunia, dan setiap gangguan pada transportasi serta logistik bisa memengaruhi pasar regional. 

Laporan BBC juga menekankan bahwa perubahan iklim kemungkinan berperan memperkuat badai-badai di kawasan Asia. Suhu permukaan laut yang lebih hangat memberi energi tambahan bagi badai tropis, membuatnya lebih kuat dan lebih merusak.

Persiapan dan Harapan

Pemerintah Hong Kong mendesak masyarakat untuk tetap waspada, menyiapkan pasokan darurat, dan tidak keluar rumah tanpa alasan penting. Tim penyelamat, pemadam kebakaran, dan pasukan polisi disiagakan untuk membantu evakuasi dan penanganan darurat.

Di sisi lain, masyarakat sipil juga menunjukkan solidaritas. Beberapa kelompok relawan membuka dapur umum dan menyiapkan selimut serta air bersih di pusat penampungan. Kehadiran warga yang saling membantu memberi harapan bahwa meski badai membawa ketakutan, solidaritas bisa menjadi kekuatan untuk bertahan.

Super Topan Ragasa telah menguji ketahanan masyarakat Hong Kong dan sekitarnya. Dari rak supermarket yang kosong hingga evakuasi besar-besaran, badai ini memperlihatkan bagaimana kota modern bisa lumpuh dalam hitungan jam.

Meski begitu, kesiapan pemerintah dan kesadaran masyarakat memberi harapan bahwa dampak terburuk bisa ditekan. Kini, seluruh mata tertuju pada bagaimana Hong Kong dan Guangdong melewati badai besar ini — serta seberapa cepat mereka mampu bangkit setelah Ragasa mereda.


Timeline

Halo, Selamat datang di blog saya. perkenalkan saya Siti Fauziyah Handayani, atau biasa dipanggil Ziya. Saat ini saya menempuh studi di bidang Jurnalistik dan punya ketertarikan besar pada dunia tulis-menulis serta media. Blog ini saya hadirkan sebagai ruang untuk berbagi cerita, informasi, dan pemikiran seputar hal-hal yang sedang ramai dibicarakan, terutama dari sudut pandang anak muda masa kini. Tulisan-tulisan di sini akan mengajak pembaca untuk melihat berbagai isu dengan cara yang lebih segar, ringan, namun tetap bermakna. Saya berharap setiap orang yang berkunjung bisa merasa betah, menikmati setiap rangkaian kata, dan menemukan sesuatu yang bermanfaat sekaligus menyenangkan untuk dibaca.

Post a Comment

Previous Post Next Post